google-site-verification: googlec6be98f9f3e9dde4.html 2016

Candi Cetho

Tidak ada komentar

Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Candi Cetho di bangun sekita abad ke 15 di akhir masa kejayaan Kerajaan Majapahit Hindhu. Ditemukan pertama kali oleh orang Belanda berama Van de Vlies pada tahun 1842, dan situs Candi Cetho di gali pada tahun 1982. Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Candi Cetho pertama kali di temukan terdiri dari 14 punden/teras berundak yang membentang dari barat ke timur, tetapi tang tersisa hanya 13 teras. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto Candi Cetho mengalami pemugaran pada tahun 1970 an, tetapi yang mengalami pemugaran hanya 9 teras candi. 

Di depan  candi ada gapura besar yang berbentuk candi bentar seperti gapura sebuah pura yang ada di Pulau Bali, tetapi gapura ini diperkirakan bukan gapura asli tapi gapura yang dibangun pada waktu pemugaran pada tahun 1970. Di depan gapura dijaga 2 buah arca yang bernama Arca Nyai Gemang Arum. Arca ini tidak di temukan pada candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang lainnya, bentuknya menyerupai orang Sumeria bukan orang Jawa. Teras pertama hanya berupa halaman, di bagian selatan ada sebuah bangunan pendopo tanpa dinding berdiri di atas pondasi setinggi 2 m.  

Masuk keteras kedua disambut sebuah gapura yang dijaga oleh 2 buah arca yang bernama Nyai Agni. Diteras kedua terdapat batuan yang tersusun rapi membentuk gambar Burung Garuda yang sedang terbang dengan sayap yang membentang. Dibagian kepala dan di ujung sayap terdapat bentuk sinar matahari. Sedangkan dibagian punggung terdapat bentuk kura-kura. Dalam kepercayaan Agama Hindu Burung Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu yang melambangkan Dunia Atas, sedangkan Kura-kura merupakan Titisan Wisnu yang melambangkan dunia bawah. Juga terdapat gambar segitiga dan sebuah alat kelamin laki-laki atau yang disebut kalacakra, ini yang menjadikan Candi Cetho disebut Candi Lanang atau Candi Laki-laki. Halaman teras kedua merupakan Petilasan Ki Ageng Kincingwesi leluhur Dusun Cetho.

Memasuki teras ketiga terdapat halaman yang luas yang ditengahnya terdapat gambar kura-kura raksasa yang terbuat dari susunan batu. Di bagian depan kepala kura-kura terdapat gambar/simbol phallus atau alat kelamin laki-laki dengan hiasan piercing atau tindik yang bertipe ampallang. Kura-kura merupakan lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan penciptaan manusia. Juga terdapat 2 buah bangunan tanpa dinding yang ditengahnya terdapat meja yang digunakan untuk  meletakkan sesaji, yang terdapat gambar relief orang dan binatang di dinding.

Menuju teras yang keempat terdapat tangga yang tersusun rapi. Di teras kelima terdapat 2 buah patung penjaga yang bernama Bima, di teras ini terdapat sepasang bangunan pendapa tanpa dinding. Teras keeman berupa halaman kecil seperti pada teras yang lainnya.

Memasuki teras ketujuh disambut dengan gapura dan tangga batu. Disamping gapura terdapat 2 patung, yaitu patung Ganesha dan patung Kalacakra. Di teras ini terdapat sepasang bangunan pendapa tanpa dinding. Di teras ke delapan ada sebuah tangga dengan diapet sepasang arca dengan tulisan relief.

Memasuki teras kesembilan terdapat 2 buah bangunan yang menhadap ke arah timur berfungsi untuk penyimpanan benda kuno, di depannya ada sepasang pangunan yang dijaga sepasang patung. Patung penjaga di sebelah utara atau kiri bernama Arca Sabdapalon dan di sebelah selatan atau kanan bernama Arca Nayagenggong. Merupakan dua tokoh setengah mitos yang diyakini sebagai abdi dalem dan penasehat spiritual Prabu Brawijaya V.

Di teras kesepuluh ada 6 buah pangunan yang saling berhadapan, 3 buah bangunan di sebelah kanan dan 3 buah bangunan di sebelah kiri. Di sebelah kiri terdapat patung Prabu Brawijaya dan sebelah kanan arca Kalacakra. Bangunan yang ada di sebelah kanan yang paling ujung barat sebagai tempat penyimpanan pusaka Empu Suro.

Teras kesebelas ada sebuah dinding batu setinggi 1,6 m, juga terdapat sebuah bangunan utama dengan tinggi sekitar 2 m berupa dinding tanpa atap. Dari Bangunan ini dapat melihat bangunan lain candi cetho yang letaknya lebih rendah bisa terlihat dengan jelas.

Memasuki bangunan utama candi terdapat beberapa pendopo yang terbuat dari kayu dan digunakan untuk tempat ibadah bagi umat hindhu atau penganut kejawen. Bangunan utama candi berupa piramid yang mirip dengan Candi Sukuh. Di dinding pintu masuk utama candi terdapat relief  yang menggambarkan alat kelamin wanita, yang memiliki mitos untuk menguji keperawanan. Sebelum memasuki candi utama ada jalan setapak yang tembus ke Candi Kethek dan menuju ke Puri Saraswati.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Candi Sukuh

Tidak ada komentar
Candi Sukuh yang terletak di Dukuh Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Candi ini merupakan candi yang dibangun terakhir oleh umat hindhu, peninggalan kerajaan majapahit. Candi Sukuh ditemukan pertama kali oleh Johnson Pejabat Residen Surakarta pada Pemerintahan Penjajahan Belanda pada Tahun 1815.

Bentuk Candi Sukuh berbeda dengan candi-candi Hindhu yang ada di Indonesia. Bentuk Candi Sukuh berupa punden berundak yang menyerupahi piramida, lebih mirip bangunan candi suku Maya di Meksiko atau candi suku Inca di Peru. Berbeda dengan piramida lainnya bila kita masuk kedam kita tidak bisa sampai kepuncaknya, Tetapi di Candi sukuh terdapat sebuah lorong yang dapat digunakan untuk masuk keatap candi. Menurut masyarakat Jawa atap dilambangkan sebagai surga, dan surya adalah tempat yang paling dekat dengan Tuhan. Dibangun lorong dimaksudkan agar setiap orang dapat dengan mudah menuju keatas dan dekat dengan Tuhan.  

Candi Sukuh dibuat dari batu andesit dan kemungkinan dibuat dan dipahat oleh tukang kayu biasa dari sekitar candi. Memasuki area candi pengunjung disambut oleh gapura utama yang lumayan besar dan terdapat relief yang menggambarkan alat kelamin pria dan wanita yang terdapat dilantai gapura. Alat kelamin pria dan wanita sering dikaitkan dengan Lingga dan Yoni yang merupakan simbol kesuburan. Di gapura candi terdapat tulisan dengan Bahasa Jawa Kuno yang berbunyi Gapura Buta Abara Wong yang artinya Gapura Raksasa Memakan Manusia. 

Diteras kedua ada sebuah gapura yang ada tulisan Candrasengkala yang berbunyi Gajah Wiku Anahut Buntut yang artinya Gajah Pendeta Menggit Ekor. Tetapi keadaan gapuranya sudah rusak berat. Di gapura ini juga terdapat tilisan tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi sedangka di gapura masuk candi bertuliskan 1359 Saka atau 1437 Masehi, sehingga terdapat selisih 20 tahun dari gapura utama.

Diteras ketiga terdapat bagunan utama candi. Bangunan candi utama terdapat di tengah-tengah teras yang menghadap ke barat berbentuk punden berundak yang terdapat sebuah lorong kecil dibagian tengahnya. Terdapat relief cerita Tirta Amerta yang berarti Air Kehidupan yang diambil dari kitab Adiparwa yang merupakan kitab pertama dalam kitab Mahabharata. Juga terdapat arca garuda dengan 3 arca kura-kura dengan punggung rata seperti meja yang di yakini untuk tempat sesaji. Selain itu ada juga relief cerita Kidung Sudhamala yaitu salah satu Anggota Pandawa Lima yang bernama Sadewa.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar