google-site-verification: googlec6be98f9f3e9dde4.html Juni 2017

Mahesa Lawung

Tidak ada komentar
Upacara Mahesa Lawung di laksanakan di Alas Krendhowahono yang terletak di Kecamatan Gondangrejo. Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan setahun sekali pada bulan Rabiul Akhir tepatnya pada hari ke 40 setelah acara Grebeg Maulud, pelaksanaannya selalu jatuh pada hari selasa atau kamis di akhir bulan. Upacara Mahesa Lawung dilakukan untuk menghormati Bhatari Kalayuwati atau Bhatari Durga yang diyakini menjadi menjaga gaib Keraton Surakarta yang berada disebelah utara. Sebelah selatan dijaga Nyi RoroKidul, Sebelah timur Kanjeng Sunan Lawu yang bersemayam di Gunung Lawu, Sebelah Barat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, Kyai Sapu Jagad dan Kyai Sapu Regol bersemayam di Gunung Merapi. 

Prosesi Upacara Mahesa Lawung di mulai dari Keraton Surakarta, Prosesi di mulai dari Dalem Gondorasan,  disini semua sesaji yang berupa makanan,  hasil bumi, kembang tujuh rupa, jajanan pasar, aneka serangga, binatang melata dan binatang berbisa yang sering disebut sebagai sesaji Kutu-kutu Walang Atogo, kelapa muda serta kepala kerbo untuk upacara di persiapkan. Iring-iringan sesaji yang dibawa abdi dalem di bawa menuju Sasono Sewoko untuk melakukan prosesi nyuwun palilah kepada penguasa Keraton Surakarta kemudian sesaji dibawa menuju Siti Hinggil untuk didoakan, setelah selesai didoakan sesaji dibawa menuju Alas Krendhowahono.

Ratusan Abdi Dalem dan Sentono Dalem memakai busana nyaris sama memakai pakaian beskap jangkep lengkap. Atasan beskap, memakai kain jarik sebagai bawahan, blangkon sebagai penutup kepala, memakai kalung samer keemasan dengan plisir berwarna merah dan memakia kerins dibelakang pinggal, tetapi tidak memakai alas kaki bertujuan untuk menghormati tanak sakral ini. Sentono Dalem memakai beskap putih sedangkan Abdi Dalem memakai beskap hitam.

Sesampainya di tengah hutan sesaji diletakkan dipuncak punden yang berada di bawah pohon beringin besar, sesaji yang utama adalah potongan kepala kerbau yang dibungkus dengan kain kafan.
Inti dari Upacara Mahesa Lawung adalah dikuburnya kepala kerbau di dekat punden setelah acara selesai tetapi bukan hanya kepala kerbau saja yang dikubur kaki dan jeroannya juga. Dan sesaji yang lainnya dibagi-bagikan kepada para peserta upacara.

Tidak sembarang kerbau bisa digunakan dalam ritual sakral ini. Kerbau yang digunakan harus kerbau jantan yang belum pernah kawin dan belum pernah dipekerjakan. Pemilihan kepala kerbau sebagai inti dari acara ini karena kerbau adalah lambang dari kebodohan, dengan mengubur kepala kerbau diharapkan dapat memberantas kebodohan. Selain menjadi simbol untuk meberantas kebodohan juga simbol memberantas sifat-sifat buruk yang ada pada diri manusia, seperti sifat yang dimiliki kerbau sebagai hewan pemalas dan acuh tak acuh pada lingkungan sekitarnya. Diharapkan dengan diadakan upacara ini dapat terciptanya keharmonisan kehidupan manusia dan alam semesta. Dalam Bahasa Jawa kerbau bujang mempunya sebutan atau istilah Joko Umbaran.

Upacara Mahesa Lawung digelar selain untuk simbol memberantas kebodohan juga untuk memperingati perpindaha Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari Kartosura ke Solo. Menurut cerita Alas Krendhowahono merupakan tempat yang digunakan Raja-Raja Mataram untuk menyepi dan bersemedi guna mendapatkan petunjuk atau wangsit. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Astana Mangadeg

Tidak ada komentar
Astana Mangadeg merupakan komplek pemakaman para penguasa Istana Manggunegaran, yang menjadi salah satu pecahan dari Kerajaan Mataram. Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 di atas permukaan laut terletak diperbukitan Gunung Lawu, tepatnya di Desa Karang Bangun Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar. 

Raja Mangkunegaran yang dimakamkan di sana adalah Raja Mangkunegara I yang bernama Kanjeng Pangeran Adi Pati Arya Sri Mangkunegara I, terkenal dengan nama Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa yang memiliki kesaktian yang luar biasa dan gigih melawan penjajah Belanda. Yang diakhiri dengan perdamaian dengan perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret Tahun 1957.

Perjalanan menuju Astama Mangadeg terasa menyegarkan karena lebatnya daun dan pepohonan yang besar dan suara kicauan burung yang akan menemani pengunjung. Gemericik air terdengar sampai kepuncak pukit, sejauh mata memandang lerlihat hamparan bukit yang hijau dikelilingi hamparan persawahan penduduk yang terlihat ijo royo-royo.

Ditengah perjalanan pengunjung akan mendapati sebuah tugu sebagai penanda Makam Astana Mangadeg. Yang letaknya ditengah-tengah antara kantor pengelola dan puncak. Disebelah tugu ada ruang yang biasa digunakan untuk bertapa, dan dibelakangnya terdapat jalan masuk menuju Astana Mangadeg.

Sebelum masuk pengunjung diwajibkan untuk meninta izin kepada pihak pengelola. Surat izin itu yang akan digunakan untuk masuk ke komplek Makam. Tidak ada tiket masuk tetapi ada kota amal yang dapat digunakan pengunjung untuk beramal. Pengunjung diwajibkan berbusana rapi dan untuk wanita memakai jarik. Ada laranga bagi pengunjung mengambil gambar/foto di komplek makam.

Makam Pangeran Samber Nyawa terletak di tengah sebelah kiri berselimut kain putih diruang terpisah, di sebelah kirinya makam istri-istrinya. Makam Pangeran Mangkunegara II terletak di sebelah wetan sedangkan Makam Pangeran Mangkunegara III terletak di sebelah kulon. Jika diperhatikan sekitar makam utama ada makam yang di golongkan menurut mangkat, kedekatan dengan keluarga keraton sampai dengan abdi dalem.

Di tempat inilah beliau merumuskan doktrin perjuangan yang di sebut Tri Darma yang berisi:

  1. Rumangsa Melu Handarbeni (Merasa Ikut Memiliki)
  2. Wajib Melu Hangrungkepi (Wajib Ikut Mempertahankan)
  3. Mulat Sariro Hangrasa Wani (Berani Bermawas Diri)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Taman Hutan Raya K.G.P.A.A Mangkunagoro I

Tidak ada komentar
Taman Hutan Raya atau yang sering disebut Tahura merupaka kawasan pelestarian alam untuk penunjang pendidikan dan pariwisata. Tahura terletak di Dusun Sukuh Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso tepatnya di kaki Gunung Lawu dengan ketinggian ± 1.200 m dpl. Merupakan satu-satunya taman hutan raya di Provinsi Jawa Tengah. Tahura dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura), yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 

Di Tahura terdapat berbagai jenis flora terdiri dari berbagai jenis vegetasi endemik dan fauna yang sebagian merupakan fauna langka yang berjumlah sekitar 34 binatang. Keanekaragaman flora dan fauna dapat dikembangkan sebagai media pendidikan dan penelitian juga dapat di gunakan sebagai gudang ilmu pengetahuan. 

Tahura sebagai tempat wisata memiliki fasilitas yang memadai seperti area parkir yang luas, mck, mushola, juga tersedia villa bagi pengunjung yang ingin menginap. Terdapat arena bermain yang cukup luas cocok untuk rekreasi bersama keluarga. Wisata yang di tawarkan di Tahura seperti wisata alam, wisata satwa, wisata menanam, wisata berkuda, camping ground, outbond, wisata snapshoot, wisata memanah dan wisata religi. Terdapat juga jalur pendakian menuju ke puncak lawu. 

Di dalam kawasan Tahura terdapat Situs Cemoro Bulus dan Sendang Raja yang merupakan peninggalan zaman dulu. Situs Cemoro Bulus adalah sebuah Arca Kura-Kura yang masih ada kaitannya dengan Candi Suuh. Dalam mitologi Hindhu Arca Kura-Kura melambangkan Bhur Loka atau Alam Bawah yaitu Dasar Gunung Mahameru. Ada juga yang mengatakan Situs Cemoro Bulus merupakan portal gaib menuju puncak lawu. Sendang Raja adalah sumber mata air peninggalan zaman dulu yang ditemukan oleh Pengelola Tahura. 


Tidak ada komentar :

Posting Komentar