google-site-verification: googlec6be98f9f3e9dde4.html Mahesa Lawung

Mahesa Lawung

Tidak ada komentar
Upacara Mahesa Lawung di laksanakan di Alas Krendhowahono yang terletak di Kecamatan Gondangrejo. Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan setahun sekali pada bulan Rabiul Akhir tepatnya pada hari ke 40 setelah acara Grebeg Maulud, pelaksanaannya selalu jatuh pada hari selasa atau kamis di akhir bulan. Upacara Mahesa Lawung dilakukan untuk menghormati Bhatari Kalayuwati atau Bhatari Durga yang diyakini menjadi menjaga gaib Keraton Surakarta yang berada disebelah utara. Sebelah selatan dijaga Nyi RoroKidul, Sebelah timur Kanjeng Sunan Lawu yang bersemayam di Gunung Lawu, Sebelah Barat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, Kyai Sapu Jagad dan Kyai Sapu Regol bersemayam di Gunung Merapi. 

Prosesi Upacara Mahesa Lawung di mulai dari Keraton Surakarta, Prosesi di mulai dari Dalem Gondorasan,  disini semua sesaji yang berupa makanan,  hasil bumi, kembang tujuh rupa, jajanan pasar, aneka serangga, binatang melata dan binatang berbisa yang sering disebut sebagai sesaji Kutu-kutu Walang Atogo, kelapa muda serta kepala kerbo untuk upacara di persiapkan. Iring-iringan sesaji yang dibawa abdi dalem di bawa menuju Sasono Sewoko untuk melakukan prosesi nyuwun palilah kepada penguasa Keraton Surakarta kemudian sesaji dibawa menuju Siti Hinggil untuk didoakan, setelah selesai didoakan sesaji dibawa menuju Alas Krendhowahono.

Ratusan Abdi Dalem dan Sentono Dalem memakai busana nyaris sama memakai pakaian beskap jangkep lengkap. Atasan beskap, memakai kain jarik sebagai bawahan, blangkon sebagai penutup kepala, memakai kalung samer keemasan dengan plisir berwarna merah dan memakia kerins dibelakang pinggal, tetapi tidak memakai alas kaki bertujuan untuk menghormati tanak sakral ini. Sentono Dalem memakai beskap putih sedangkan Abdi Dalem memakai beskap hitam.

Sesampainya di tengah hutan sesaji diletakkan dipuncak punden yang berada di bawah pohon beringin besar, sesaji yang utama adalah potongan kepala kerbau yang dibungkus dengan kain kafan.
Inti dari Upacara Mahesa Lawung adalah dikuburnya kepala kerbau di dekat punden setelah acara selesai tetapi bukan hanya kepala kerbau saja yang dikubur kaki dan jeroannya juga. Dan sesaji yang lainnya dibagi-bagikan kepada para peserta upacara.

Tidak sembarang kerbau bisa digunakan dalam ritual sakral ini. Kerbau yang digunakan harus kerbau jantan yang belum pernah kawin dan belum pernah dipekerjakan. Pemilihan kepala kerbau sebagai inti dari acara ini karena kerbau adalah lambang dari kebodohan, dengan mengubur kepala kerbau diharapkan dapat memberantas kebodohan. Selain menjadi simbol untuk meberantas kebodohan juga simbol memberantas sifat-sifat buruk yang ada pada diri manusia, seperti sifat yang dimiliki kerbau sebagai hewan pemalas dan acuh tak acuh pada lingkungan sekitarnya. Diharapkan dengan diadakan upacara ini dapat terciptanya keharmonisan kehidupan manusia dan alam semesta. Dalam Bahasa Jawa kerbau bujang mempunya sebutan atau istilah Joko Umbaran.

Upacara Mahesa Lawung digelar selain untuk simbol memberantas kebodohan juga untuk memperingati perpindaha Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari Kartosura ke Solo. Menurut cerita Alas Krendhowahono merupakan tempat yang digunakan Raja-Raja Mataram untuk menyepi dan bersemedi guna mendapatkan petunjuk atau wangsit. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar